Sunday, May 11, 2014

PANGERAN HIDAYATULLOH SULTAN BANJAR ANTI BELANDA DIBUANG KE CIANJUR.

PANGERAN HIDAYATULLOH SULTAN BANJAR ANTI BELANDA DIBUANG KE CIANJUR.



Nama jalan Pangeran Hidayatulloh sepertinya sudah tidak asing lagi di Cianjur kota.  Hampir  setiap waktu jalan ini dipadati kendaraan, apalagi bila hari Minggu saat warga memadati lapang Prawatasari untuk berolahraga, lalu lintas semakin padat. Namun apakah warga yang lalu lalang melintasi jalan ini peduli siapa yang disebut Pangeran Hidayatulloh itu, dimana makamnya dan bagaimana sejarahnya ?
Pangeran Hidayatulloh bukanlah orang Sunda akan tetapi makam beliau dan sanak keluarganya terletak di wilayah Kelurahan Sawah Gede, persisnya dekat gerbang masuk lapang Prawatasari, Joglo Cianjur hanya terhalang selokan kecil.  
Penjelasan dibawah ini adalah sejarah Pangeran HIdayatuloh berdasarkan keterangan pasangan suami istri Hj. Ratu Yus Rostianah (68) dan Letkol. TNI-AD (Purn) Arma Junaid keturunan Pangeran Hidayatulloh yang ketika ditemui penulis beberapa tahun lalu menjadi Pengelola Panti Jompo yang letaknya disekitar kompleks makam Pangeran Hidayatulloh. Selain itu sejarah Pangeran Hidayatulloh juga penulis dapatkan di beberapa buku tua mengenai kisah kepahlawan Pangeran Hidayatulloh.

Pangeran HIdayatulloh, dilahirkan tahun 1822 di Martapura Kalimantan Selatan. Ia adalah anak pasangan suami istri Sultan Muda Abdurahman dan Ratu Siti. Abdurahmah adalah putera mahkota/ Sultan Muda Kesultanan Banjar, ayahnya adalah Adam Alwasikibillah Sultan Banjar, Kalimantan Selatan. Namun karena Sultan Muda Abdurahman wafat mendahului ayahnya, maka hak untuk menggantikan Sultan Adam jatuh kepada Pangeran Hidayatulloh. Sultan Adam pada tahun 1855 M kemudian membuat surat wasiat yang isinya meyerahkan tahta Kesultanan kepada Hidayatulloh cucunya.
Namun sayangnya pengangkatan Pangeran Hidayatulloh menjadi Sultan Banjar, tidak direstui penjajah Belanda yang pada masa itu sudah mengusai Banjarmasin.  Dalam buku “ De Bandjarmasinsche Krijg (1859-1863) yang disusun oleh W.E. Van Rees dijelaskan alasan Penjajah Belanda menolak penunjukkan Pangeran HIdayatulloh menggantikan Sultan Adam : “ Belanda menyadari bahwa memang yang paling berhak atas tahta Sultan Banjar adalah Hidayatulloh. Namun Belanda tidak menyukai sikap patriotis Hidayatulloh, keinginan Hidayatulloh membebaskan rakyat dari penjajahan Belanda begitu besar. Bukan itu saja, Pangeran Hidayatulloh sangat taat kepada agama Islam. Hal ini sudah pasti akan menghambat gerakan kristianisasi di Banjar. Maka kemudian dengan berbagai tekanan kepada Sultan Ahmad, Belanda menunjuk Pangeran Tamjidillah menjadi Sultan Banjar menggantikan Sultan Ahmad. Tamjidillah sebenarnya kakak seayah Pangeran HIdayatulloh dari istri selir, dan dikenal dekat dengan Belanda. 
Selain itu, ketika Sultan Adam berkuasa terdapat pemberontakan kepada Belanda yang dipelopori Pangeran Antasari dan Pangeran Ardikusumah yang tergolong masih pamannya Hidayatulloh, makanya Belanda lebih memilih Tamjidillah yang loyal kepada Belanda.
Dalam perjalanan sejarah bangsa, Belanda mulai menjajah Kesultanan Banjar dimulai ketika datangnya kapal laut Belanda tahun 1606 M yang dipimpin oleh Gillis Michielszoon. Sejak saat itu keputusan para Sultan banyak dipengaruhi oleh kepentingan Belanda. Demikian juga ketika pengangkatan Tamjidillah menjadi Sultan Banjar, Belanda langsung membawa Surat penunjukan Tamjidillah menjadi Sultan Banjar oleh Gubernur Jenderal Belanda di Batavia. Surat tersebut dibawa dengan menggunakan kapal perang Belanda yang datang ke Banjar tanggal 13 Mei 1856. Sedangkan Pangeran Hidayatulloh oleh Belanda hanya dijadikan Wakil Sultan Banjar / Mangkubumi.
Namun pada kenyataannya, kendati menduduki jabatan Wakil Sultan, roda pemerintahan sehari-hari dijalankan Pangeran HIdayatulloh. Sultan Tamjidillah menyadari rakyat Banjar sebenarnya mengharapkan sekali Hidayatulloh menjadi Sultan, karena sikapnya yang Islamis dan anti Belanda. Apalagi prilaku para serdadu Belanda di Banjar banyak yang bertentangan dengan norma lokal yang telah dianut sejak lama, belum lagi upaya Belanda yang menyokong berkeliarannya para pendeta nasrani yang menyebarkan agama Kristen dilingkungan rakyat Banjar yang muslim. Semuanya itu semakin menambah kebencian warga Banjar kepada Belanda.
Pada saat Tamjidillah dan Hidayatulloh berkuasa, pemberontakan bersenjata Pangeran Antasari kepada Belanda belum dapat dipatahkan, mau tidak mau selaku pemegang kekuasaan Hidayatulloh turut memerangi Pangeran Antasari pamannya agar menyerah kepada Belanda. Tindakan inilah yang mengakibatkan adanya tuduhan bahwa HIdayatulloh membela Belanda karena terlibat dalam penumpasan pemberontakan Antasari, hal ini jugalah yang menjadi ganjalan sehingga Pangeran HIdayatulloh hingga kini belum lolos mennyandang gelar Pahlawan Nasional.
Padahal ada juga yang berpendapat, bahwa sebenarnya HIdayatulloh bersikap mendua dalam menghadapi pemberontakan Pangeran Antasari. Ia konon secara rahasia menyumbang logistik bagi pemberontak, dan secara terselubung turut menentukan gerakan pemberontakan. Setelah pemberontakan Antasari dapat dilumpuhkan. Pangeran Hidayatulloh akhirnya merasa sudah waktunya mengikuti Pangeran Antasari pamannya. Ia kemudian meletakan jabatan sebagai Mangkubumi, menghimpun pasukan dan masuk ke hutan belantara untuk mengadakan perang gerilya terhadap Belanda. Pos-pos Belanda diserang secara mendadak, pasukan Hidayatulloh yang bergerak bagai siluman susah dilumpuhkan Belanda.
Belanda akhirnya merasa kewalahan menghadapi pertempuran dengan pasukan Hidayatulloh, untuk melumpuhkan pemberontakan Pangeran Hidayatulloh, Belanda menggunakan taktik licik yang pernah sukses saat menangkap Pangeran Diponegoro di Jawa. Belanda mengajak berunding kepada Hidayatulloh melalui Demang Lehman orang kepercayaan Hidayatulloh, namun saat Pangeran Hidayatulloh datang tanpa pasukan ketempat perundingan oleh Belanda langsung disergap, Hidayatuloh langsung diikat rencananya akan dibawa langsung ke Banjarmasin. Untungnya dalam perjalanan, Pangeran Hidayatulloh dapat dibebaskan oleh pasukan Demang Lehman yang merasa bersalah karena telah bersedia menjadi mediator Belanda. Pangeran Hidayatulloh kembali memimpin perang gerilya.
Gagal dengan taktik pertama, Belanda kemudian membuat surat palsu yang seolah-olah dibuat oleh Ratu Siti ibunda Hidayatulloh. Dalam isi surat tersebut Ratu Siti meminta datang Hidayatulloh kerumah karena ibunya akan dihukum mati Belanda, ternyata saat Hidayatulloh tiba dirumah ibunya, Ratu Siti menyangkal telah membuat surat, namun hal itu tersebut sudah terlambat, sebab ketika Pangeran HIdyatulloh tiba dirumah ibunya langsung disergap Belanda, penangkapan Pangeran Hidyatulloh terjadi tanggal 3 Maret 1862. Bersama keluarga dan 46 kepala keluarga lainnya Pangeran HIdayatulloh dibuang ke Cianjur. Dikisahkan selama di Cianjur ia banyak bergaul dengan ulama-ulama Cianjur terutama dari Cibaregbeg dan Jambudipa. Malah dengan Dalem Pancaniti Bupati Cianjur saat itu Pangeran Hidayatulloh menjalin kekeluargaan dengan menikahkan cucu mereka. Saat pesta penganten dirayakan, Dalem Pancaniti yang juga ahli seni kemudian memasukan tradisi Banjar kedalam tradisi Cianjur diantaranya tradisi buka pintu yang hingga kini masih banyak digunakan dalam adat pernikahan di Cianjur.

Pangeran Hidayatulloh wafat tahun 1904, dikuburkan dikampung Joglo Cianjur. Namanya diabadikan menjadi nama jalan, sedangkan pusaka-pusaka kesultanan Banjar yang dibawanya ke Cianjur kini disimpan dirumah Hj. Ratu Yus Rostianah / Letkol. TNI-AD (Purn) Arma Junaid di Kompleks KPAD Jl. Sriwijaya VII no 16, Kota Cimahi . Termasuk keris pusaka milk Pangeran Hidayatulloh yang dinamai Abu Gagang dan surat wasiat pengangkatan dirinya menjadi Sultan Banjar oleh Sultan Adam kakeknya. (Luki Muharam )      

3 comments:

  1. Terima kasih Pak.. Artikelnya sangat bermanfaat.. jadi tau skrg makam Sultan Banjar dan keturunan Banjar ada di Cianjur.. semoga bisa ziarah ke sana insyaAllah..

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete