PANGERAN HIDAYATULLOH SULTAN
BANJAR ANTI BELANDA DIBUANG KE CIANJUR.
Nama jalan Pangeran
Hidayatulloh sepertinya sudah tidak asing lagi di Cianjur kota. Hampir
setiap waktu jalan ini dipadati kendaraan, apalagi bila hari Minggu saat
warga memadati lapang Prawatasari untuk berolahraga, lalu lintas semakin padat.
Namun apakah warga yang lalu lalang melintasi jalan ini peduli siapa yang
disebut Pangeran Hidayatulloh itu, dimana makamnya dan bagaimana sejarahnya ?
Pangeran Hidayatulloh
bukanlah orang Sunda akan tetapi makam beliau dan sanak keluarganya terletak di
wilayah Kelurahan Sawah Gede, persisnya dekat gerbang masuk lapang Prawatasari,
Joglo Cianjur hanya terhalang selokan kecil.
Penjelasan dibawah ini adalah
sejarah Pangeran HIdayatuloh berdasarkan keterangan pasangan suami istri Hj.
Ratu Yus Rostianah (68) dan Letkol. TNI-AD (Purn) Arma Junaid keturunan
Pangeran Hidayatulloh yang ketika ditemui penulis beberapa tahun lalu menjadi
Pengelola Panti Jompo yang letaknya disekitar kompleks makam Pangeran
Hidayatulloh. Selain itu sejarah Pangeran Hidayatulloh juga penulis dapatkan di
beberapa buku tua mengenai kisah kepahlawan Pangeran Hidayatulloh.
Pangeran HIdayatulloh,
dilahirkan tahun 1822 di Martapura Kalimantan Selatan. Ia adalah anak pasangan
suami istri Sultan Muda Abdurahman dan Ratu Siti. Abdurahmah adalah putera
mahkota/ Sultan Muda Kesultanan Banjar, ayahnya adalah Adam Alwasikibillah
Sultan Banjar, Kalimantan Selatan. Namun karena Sultan Muda Abdurahman wafat
mendahului ayahnya, maka hak untuk menggantikan Sultan Adam jatuh kepada
Pangeran Hidayatulloh. Sultan Adam pada tahun 1855 M kemudian membuat surat
wasiat yang isinya meyerahkan tahta Kesultanan kepada Hidayatulloh cucunya.
Namun sayangnya pengangkatan
Pangeran Hidayatulloh menjadi Sultan Banjar, tidak direstui penjajah Belanda
yang pada masa itu sudah mengusai Banjarmasin.
Dalam buku “ De
Bandjarmasinsche Krijg (1859-1863) yang disusun oleh W.E. Van Rees dijelaskan alasan Penjajah
Belanda menolak penunjukkan Pangeran HIdayatulloh menggantikan Sultan Adam : “
Belanda menyadari bahwa memang yang paling berhak atas tahta Sultan Banjar
adalah Hidayatulloh. Namun Belanda tidak menyukai sikap patriotis Hidayatulloh,
keinginan Hidayatulloh membebaskan rakyat dari penjajahan Belanda begitu besar.
Bukan itu saja, Pangeran Hidayatulloh sangat taat kepada agama Islam. Hal ini
sudah pasti akan menghambat gerakan kristianisasi di Banjar. Maka kemudian
dengan berbagai tekanan kepada Sultan Ahmad, Belanda menunjuk Pangeran
Tamjidillah menjadi Sultan Banjar menggantikan Sultan Ahmad. Tamjidillah
sebenarnya kakak seayah Pangeran HIdayatulloh dari istri selir, dan dikenal
dekat dengan Belanda.
Selain itu, ketika Sultan
Adam berkuasa terdapat pemberontakan kepada Belanda yang dipelopori Pangeran
Antasari dan Pangeran Ardikusumah yang tergolong masih pamannya Hidayatulloh,
makanya Belanda lebih memilih Tamjidillah yang loyal kepada Belanda.
Dalam perjalanan sejarah
bangsa, Belanda mulai menjajah Kesultanan Banjar dimulai ketika datangnya kapal
laut Belanda tahun 1606 M yang dipimpin oleh Gillis Michielszoon. Sejak saat
itu keputusan para Sultan banyak dipengaruhi oleh kepentingan Belanda. Demikian
juga ketika pengangkatan Tamjidillah menjadi Sultan Banjar, Belanda langsung
membawa Surat penunjukan Tamjidillah menjadi Sultan Banjar oleh Gubernur
Jenderal Belanda di Batavia. Surat tersebut dibawa dengan menggunakan kapal
perang Belanda yang datang ke Banjar tanggal 13 Mei 1856. Sedangkan Pangeran
Hidayatulloh oleh Belanda hanya dijadikan Wakil Sultan Banjar / Mangkubumi.
Namun pada kenyataannya,
kendati menduduki jabatan Wakil Sultan, roda pemerintahan sehari-hari
dijalankan Pangeran HIdayatulloh. Sultan Tamjidillah menyadari rakyat Banjar
sebenarnya mengharapkan sekali Hidayatulloh menjadi Sultan, karena sikapnya
yang Islamis dan anti Belanda. Apalagi prilaku para serdadu Belanda di Banjar
banyak yang bertentangan dengan norma lokal yang telah dianut sejak lama, belum
lagi upaya Belanda yang menyokong berkeliarannya para pendeta nasrani yang
menyebarkan agama Kristen dilingkungan rakyat Banjar yang muslim. Semuanya itu
semakin menambah kebencian warga Banjar kepada Belanda.
Pada saat Tamjidillah dan
Hidayatulloh berkuasa, pemberontakan bersenjata Pangeran Antasari kepada
Belanda belum dapat dipatahkan, mau tidak mau selaku pemegang kekuasaan
Hidayatulloh turut memerangi Pangeran Antasari pamannya agar menyerah kepada
Belanda. Tindakan inilah yang mengakibatkan adanya tuduhan bahwa HIdayatulloh
membela Belanda karena terlibat dalam penumpasan pemberontakan Antasari, hal
ini jugalah yang menjadi ganjalan sehingga Pangeran HIdayatulloh hingga kini
belum lolos mennyandang gelar Pahlawan Nasional.
Padahal ada juga yang
berpendapat, bahwa sebenarnya HIdayatulloh bersikap mendua dalam menghadapi
pemberontakan Pangeran Antasari. Ia konon secara rahasia menyumbang logistik
bagi pemberontak, dan secara terselubung turut menentukan gerakan
pemberontakan. Setelah pemberontakan Antasari dapat dilumpuhkan. Pangeran
Hidayatulloh akhirnya merasa sudah waktunya mengikuti Pangeran Antasari
pamannya. Ia kemudian meletakan jabatan sebagai Mangkubumi, menghimpun pasukan
dan masuk ke hutan belantara untuk mengadakan perang gerilya terhadap Belanda.
Pos-pos Belanda diserang secara mendadak, pasukan Hidayatulloh yang bergerak
bagai siluman susah dilumpuhkan Belanda.
Belanda akhirnya merasa
kewalahan menghadapi pertempuran dengan pasukan Hidayatulloh, untuk melumpuhkan
pemberontakan Pangeran Hidayatulloh, Belanda menggunakan taktik licik yang
pernah sukses saat menangkap Pangeran Diponegoro di Jawa. Belanda mengajak
berunding kepada Hidayatulloh melalui Demang Lehman orang kepercayaan
Hidayatulloh, namun saat Pangeran Hidayatulloh datang tanpa pasukan ketempat
perundingan oleh Belanda langsung disergap, Hidayatuloh langsung diikat
rencananya akan dibawa langsung ke Banjarmasin. Untungnya dalam perjalanan, Pangeran
Hidayatulloh dapat dibebaskan oleh pasukan Demang Lehman yang merasa bersalah
karena telah bersedia menjadi mediator Belanda. Pangeran Hidayatulloh kembali
memimpin perang gerilya.
Gagal dengan taktik pertama,
Belanda kemudian membuat surat palsu yang seolah-olah dibuat oleh Ratu Siti
ibunda Hidayatulloh. Dalam isi surat tersebut Ratu Siti meminta datang Hidayatulloh
kerumah karena ibunya akan dihukum mati Belanda, ternyata saat Hidayatulloh
tiba dirumah ibunya, Ratu Siti menyangkal telah membuat surat, namun hal itu
tersebut sudah terlambat, sebab ketika Pangeran HIdyatulloh tiba dirumah ibunya
langsung disergap Belanda, penangkapan Pangeran Hidyatulloh terjadi tanggal 3
Maret 1862. Bersama keluarga dan 46 kepala keluarga lainnya Pangeran
HIdayatulloh dibuang ke Cianjur. Dikisahkan selama di Cianjur ia banyak bergaul
dengan ulama-ulama Cianjur terutama dari Cibaregbeg dan Jambudipa. Malah dengan
Dalem Pancaniti Bupati Cianjur saat itu Pangeran Hidayatulloh menjalin
kekeluargaan dengan menikahkan cucu mereka. Saat pesta penganten dirayakan, Dalem
Pancaniti yang juga ahli seni kemudian memasukan tradisi Banjar kedalam tradisi
Cianjur diantaranya tradisi buka pintu yang hingga kini masih banyak digunakan
dalam adat pernikahan di Cianjur.
Pangeran Hidayatulloh wafat
tahun 1904, dikuburkan dikampung Joglo Cianjur. Namanya diabadikan menjadi nama
jalan, sedangkan pusaka-pusaka kesultanan Banjar yang dibawanya ke Cianjur kini
disimpan dirumah Hj. Ratu Yus Rostianah / Letkol. TNI-AD (Purn) Arma Junaid di Kompleks KPAD Jl. Sriwijaya VII no 16, Kota Cimahi . Termasuk
keris pusaka milk Pangeran Hidayatulloh yang dinamai Abu Gagang dan surat wasiat pengangkatan
dirinya menjadi Sultan Banjar oleh Sultan Adam kakeknya. (Luki Muharam )
Terima kasih Pak.. Artikelnya sangat bermanfaat.. jadi tau skrg makam Sultan Banjar dan keturunan Banjar ada di Cianjur.. semoga bisa ziarah ke sana insyaAllah..
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteInsyallah mau ziarah ksana
ReplyDelete