“Haji
Prawatasari Pahlawan Asal Cianjur”
(foto
lukisan Haji Prawatasari karya Sonny Ahmad Soleh alm)
Kisah
kepahlawan tokoh Cianjur masa pemerintahan dalem-dalem sepertinya kurang
populer. Ketokohan para dalem umumnya hanya mengisahkan perpindahan dari satu
tempat ketempat lain, atau tentang penamaan nama kampung saja. Malah Dalem
Cikundul Bupati Cianjur ke I, perjalanan sejarahnya seolah final dikisah
pernikahannya dengan putri jin hingga melahirkan tiga anak, Rd. Suryakancana,
Indang Sukaesih dan Andaka Wiru Sajagat. Dalem Cikundul adalah seorang penyebar
agama Islam, dan masih banyak kisah lainnya yang layak ditampilkan hingga bisa
menjadi suri tauladan bagi generasi muda, namun lagi-lagi para pejabat Cianjur
dan umumnya warga seolah merasa cukup hanya mengenal Dalem Cikundul saat
menikahi putri jin saja, ironis !
Demikian
juga dengan Haji Prawatasari yang kini namanya diabadikan menjadi nama lapang
olahraga di Joglo, kendati hampir setiap hari Minggu lapang ini dipadati warga,
dan dijadikann tempat upacara resmi aparat Pem.Kab Cianjur, sepertinya mereka
tidak merasa perlu untuk mencari informasi bagaimana taktik gerilya Haji
Prawatasari yang pernah membuat kewalahan penjajah Belanda. Pada kesempatan ini
akan dikupas tentang kepahlawan Haji Prawatasari dalam rangka memperingati Hari
Jadi Kab. Cianjur yang 336 , apalagi bulan ini masih hangat-hangatnya sauna memperingati
HUT Proklamasi Kemerdekaan R.I yang ke 68.
Jadi
diri Haji Prawatasari hingga saat ini masih belum jelas, apakah ia keturunan
Dalem Cikundul Cianjur , keturunan Raja Panyalu, atau Keturunan Raja Jampang
Manggung ? maka sepertinya wajar tokoh yang sejaman dengan Bupati Cianjur Aria
Wiratanu II ini juga bergelar Aria Salingsingan yang artinya tokoh yang identitasnya
simpangsiur. Dalam buku Sejarah Cianjur karya Bayu Suriningrat dikisahkan bahwa
pemberontakan Haji Prawatasari kepada Belanda berlangsung antara tahun
1703-1706. Tokoh dengan nama kecil Raden Alit / Dalem Alit ini mulai menyerang
pos Belanda pada bulan Maret 1703, ia terpanggil untuk mengusir Belanda karena
saat itu rakyat Cianjur terkena beban tanam paksa pohon Tarum yang menjadi
kebijakan Belanda yang menjajah Kabupaten Cianjur. Haji Prawatasari memusatkan
perlawanannya didaerah Jampang (Kemungkinan bukan Jampang Cianjur Selatan, akan
tetapi gunung Jampang Manggung di Cikalong Kulon) ia didukung dengan 3000
santri. Pos-pos Belanda yang diserang semula hanya sekitar Cianjur dan Bogor,
namun kemudian Prawatasari menyerang Jakarta, Sumedang dll.
Pasukan
Belanda akhirnya panik, mereka mulai menyelidik dan curiga ada sejumlah pejabat
daerah terlibat menyokong gerakan Prawatasari. Beberapa pejabat di Bogor
ditangkap dan dibunuh dengan kejam , malah Letnan. Tanujiwa (Ki Mastanu)
tentara Belanda asli pribumi dibuang ke Afrika hingga gugurnya karena diketahui
menyokong perjuangan Prawatasari. Belanda kemudian memberi tengat waktu kepada
para Bupati di tatar Sunda, apabila dalam waktu enam bulan tidak dapat
menangkap Prawatasari mereka akan dianggap sekongkol dengan Prawatasari.
Menghadapi kenyataan itu, Prawatasari akhirnya mengalihkan gerakannya ke Jawa
Tengah, agar para Bupati Priangan tidak terkena imbas dari perjuangannya. Namun
justru takdir menjemputnya di Jawa Tengah,
di hutan Bagelen Prawatasari tertangkap, kemudian dihukum mati di Solo
tanggal 12 Juli 1707.
Siapakah
sebenarnya Haji Prawatasari ? ketokohannya oleh Belanda dikelompokan dengan
Pangeran Diponegoro dan Ki Bagus Rangin yang juga memberontak kepada penjajah
Belanda. Para pahlawan ini oleh Penjajah Belanda dan pendukungnya di sebut “Karaman
Van Java” yang artinya Pengacau dari Jawa. Bagi para pejaba daerah saat itu,
akan menjadi aib apabila anggota keluarganya berontak kepada Belanda, maka
penggiat sejarah Prof. Drs. Yoseph Iskandar (alm) suatu ketika menarik
kesimpulan bahwa sebenarnya Haji Prawatasari adalah putera bungsu Dalem
Cikundul, namun silsilahnya kemudian dihapus dari terah Dalem Cikundul karena
pada saat itu dianggap aib akibat berontak kepada Belanda. Apalagi dalam
Wawacan Jampang Manggung dikisahkan bahwa Dalem Cikundul pernah menikah dengan
Dewi Amitri putri Patih kerajaan Jampang Manggung yang beribukota di sekitar
gunung Jampang Manggung Cikalong Kulon. Kemungkinan Haji Prawatasari adalah
putera Dalem Cikundul dari Dewi Amitri.
Mudah-mudahan
suatu waktu PemKab. Cianjur menjalin kerjasama dengan para Sejarawan untuk
menelusuri jati diri Haji Prawatasari. Dan yang lebih utama Pem.Kab. Cianjur
bisa mengajukan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden R.I.
Kami dari Cateringky Puncak, menerima pemesanan catering untuk berbagai acara di wilayah Cianjur dan sekitarnya. Kunjungi http://cateringkypuncak.blogspot.com
ReplyDeleteKami dari Cateringky Puncak, menerima pemesanan catering untuk berbagai acara di wilayah Cianjur dan sekitarnya. Kunjungi http://cateringkypuncak.blogspot.com
ReplyDeletePanuju kang...! ti taun ka taun saemut abdi, pemkab cianjur teh rada kirang perhatosan kana sajarah na.. ti ngawitan sajarah luluhur dugi ka kabudayaan na, rada kirang perhatosan. tambih deui kada cagar budayana sanes di pulasara tambihtambih malih di runtuhkeun, seueur wangunan wangunan bersejarah anu teu ka perhatoskeun. kahade nitip wangunan paninggalan karuhun anu aya di komplek kabupaten ulah dugi ka seep di pugaran.. anu katinggalna rada mernah keneh teh wewengkon bupati.. mugi kaperhatoskeun hatur nuhun
ReplyDeletenu ti kidul ngan ngajentul, nu ti kaler pada kerek, ti kulom pating polohok, nu ti wetan ngan ngajanteng.
ReplyDeleteinsya allah pami abdi janten bupati/wakil bupati cianjur, abdi perhatoskeun sajarah luluhur, kabudayaan kasenian, pendidikan sareng sagala rupina kahoyong wargi2 cianjur
ReplyDelete